Nama “Garuda” diberikan oleh Presiden Soekarno di mana nama tersebut
diambil dari sajak Belanda yang ditulis oleh penyair terkenal pada masa
itu, Noto Soeroto; "Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels
uitslaat hoog bovine uw einladen", yang artinya, “Saya Garuda, burung
Vishnu yang melebarkan sayapnya tinggi di atas kepulauan Anda”.
Pesawat
Berawal
dari penerbangan perdana di tahun 1949, Garuda Indonesia, yang
sebelumnya bernama Garuda Indonesian Airways, mulai mengembangkan
armadanya. Garuda Indonesia pada saat itu mengoperasikan satu pesawat
Douglas DC-3 Dakota dan PBY Catalina. Berikutnya, Garuda Indonesia
mengoperasikan armada DH Heron and Convair 340.
Pada tahun 1956, untuk pertama kalinya
Garuda Indonesia melayani jamaah haji Indonesia ke tanah suci Mekkah di
Saudi Arabia, dengan menggunakan armada Convair 340.
Periode 1960-an adalah masa dimana
Garuda Indonesia tumbuh dengan pesat. Pada tahun 1961, armada Lockheed
Electra didatangkan ke Bandara Kemayoran, Jakarta. Lima tahun kemudian,
Garuda Indonesia memperkuat armadanya dengan jet empat mesin, yaitu
Douglas DC-8. Di samping itu, armada lain seperti DC-3/C-47 Dakota,
Convair 340, Convair 440, Lockheed Electra, Convair 990A, Fokker F-27
and DC-8 juga melengkapi kekuatan maskapai Garuda Indonesia.
Kemudian pada tahun 1976, untuk pertama
kalinya Garuda Indonesia mengoperasikan pesawat berbadan lebar Douglas
DC-10, yang terdaftar sebagai PK-GIA. Satu tahun kemudian Garuda
Indonesia tidak lagi menggunakan pesawat turboprop engine Fokker F-27.
Hal ini membuat Garuda Indonesia sebagai satu-satunya maskapai yang
hanya mengoperasikan pesawat jet, yaitu dengan armada DC-10, DC-9, DC-8
dan F-28.
Perkembangan armada yang terus melesat
pada tahun 1980, membuat Garuda Indonesia mendatangkan pesawat berbadan
lebar Boeing 747-200. Dua tahun kemudian, maskapai membeli pesawat
berbadan lebar lainnya, yaitu Airbus A300B4 FFCC (Forward Facing Crew
Cockpit). Pesawat dengan kokpit yang berisi dua orang ini adalah ide
dari Wiweko Soepono, mantan Presiden Direktur Garuda Indonesia. Pada
tahun 1984, barisan armada Garuda Indonesia secara lengkap adalah Boeing
747-200, DC-10, Airbus A300B4, DC-9 and F-28. Dengan 36 unit pesawat
F-28, pada saat itu Garuda Indonesia adalah operator F-28 terbesar di
dunia.
Pada tahun 1994, Garuda Indonesia
memperkuat armadanya dengan pesawat berbadan paling lebar pada era
90-an, yaitu Boeing 747-400. Sebagai tambahan, barisan armada Garuda
Indonesia juga dilengkapi dengan Boeing 737 seri 300, 400 dan 500.
Selanjutnya pada tahun 2009, Garuda
Indonesia menambah armada berteknologi tinggi, dengan memperkenalkan
Airbus A330-300 dan Boeing 737-800 Next Generation. Kedua jenis pesawat
ini dilengkapi dengan perangkat in-flight entertainment, Audio and Video
on Demand (AVOD), di setiap tempat duduknya. Perangkat ini memungkinkan
penumpang untuk memilih sendiri berbagai macam hiburan seperti film,
program televisi, video musik dan permainan. Sebagai tambahan, tenpat
duduk kelas eksekutif Garuda Indonesia Airbus A330 juga dapat sepenuhnya
berbaring hingga 180 derajat (flat bed seat).
Kini pada tahun 2012, Garuda Indonesia kembali menyambut armada baru Bombardier CRJ1000 NextGen.
Perusahaan
Sejarah
Garuda Indonesia sebagai bagian dari sejarah industri penerbangan
komersial di Indonesia dimulai ketika bangsa yang muda ini berjuang
untuk kemerdekaannya.
Penerbangan komersial pertama dari Calcutta ke Rangoon dilakukan pada 26 Januari 1949, dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota bernomor “RI 001” yang bernama “Indonesian Airways”. Di tahun yang sama, pada 28 Desember 1949, pesawat DC-3 lain yang terdaftar sebagai “PK-DPD” dengan logo “Garuda Indonesian Airways” terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden Soekarno. Ini adalah penerbangan pertama yang dilakukan atas nama Garuda Indonesian Airways.
Setahun kemudian, pada 1950, Garuda Indonesia resmi terdaftar sebagai Perusahaan Negara. Pada periode tersebut, perusahaan ini mengoperasikan armada yang terdiri dari 38 pesawat, termasuk 22 DC-3, 8 Catalina flying boat, dan 8 Convair 240. Armada ini terus bertambah, dan Garuda Indonesia melakukan penerbangan pertamanya ke Mekkah ketika membawa jemaah haji Indonesia pada 1956. Rute penerbangan oleh Garuda Indonesia ke negara-negara Eropa dimulai pada 1965 dengan Amsterdam sebagai tujuan akhirnya.
Selama tahun 80-an, Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi berskala besar untuk operasi dan armadanya. Pada masa inilah perusahaan ini mulai mengembangkan program pelatihan yang komprehensif untuk staf serta awak kabinnya, sekaligus mendirikan fasilitas pelatihan di Jakarta Barat yang dinamai Garuda Indonesia Training Center. Perusahaan ini juga membangun sebuah Pusat Pemeliharaan Pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Di awal era 90-an, Garuda Indonesia mengembangkan strategi jangka panjang yang diaplikasikan hingga tahun 2000. Perusahaan ini terus mengembangkan armadanya dan Garuda Indonesia pun masuk dalam jajaran 30 maskapai terbesar di dunia.
Di samping inisiatif di pengembangan bisnis, tim manajemen baru mengelola perusahaan ini pada awal 2005, dan rencana-rencana baru diformulasikan untuk masa depan Garuda Indonesia. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan evaluasi ulang yang komprehensif dan restrukturisasi keseluruhan di perusahaan ini. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi operasional, mendapatkan stabilitias keuangan yang melibatkan usaha-usaha di restrukturisasi utang termasuk kewajiban penyewaan (leasing liabilities) dari European Export Credit Agency (ECA), peningkatan kesadaran di antara karyawan tentang pentingnya pelayanan bagi para penumpang, dan, yang paling penting, menghidupkan kembali dan merevitalisasi semangat Garuda Indonesia.
Kesuksesan program restrukturisasi utang dalam perusahaan ini membuka jalan bagi Garuda Indonesia untuk menawarkan sahamnya ke publik (go public) pada 2011.
Penerbangan komersial pertama dari Calcutta ke Rangoon dilakukan pada 26 Januari 1949, dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota bernomor “RI 001” yang bernama “Indonesian Airways”. Di tahun yang sama, pada 28 Desember 1949, pesawat DC-3 lain yang terdaftar sebagai “PK-DPD” dengan logo “Garuda Indonesian Airways” terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden Soekarno. Ini adalah penerbangan pertama yang dilakukan atas nama Garuda Indonesian Airways.
Setahun kemudian, pada 1950, Garuda Indonesia resmi terdaftar sebagai Perusahaan Negara. Pada periode tersebut, perusahaan ini mengoperasikan armada yang terdiri dari 38 pesawat, termasuk 22 DC-3, 8 Catalina flying boat, dan 8 Convair 240. Armada ini terus bertambah, dan Garuda Indonesia melakukan penerbangan pertamanya ke Mekkah ketika membawa jemaah haji Indonesia pada 1956. Rute penerbangan oleh Garuda Indonesia ke negara-negara Eropa dimulai pada 1965 dengan Amsterdam sebagai tujuan akhirnya.
Selama tahun 80-an, Garuda Indonesia melakukan restrukturisasi berskala besar untuk operasi dan armadanya. Pada masa inilah perusahaan ini mulai mengembangkan program pelatihan yang komprehensif untuk staf serta awak kabinnya, sekaligus mendirikan fasilitas pelatihan di Jakarta Barat yang dinamai Garuda Indonesia Training Center. Perusahaan ini juga membangun sebuah Pusat Pemeliharaan Pesawat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Di awal era 90-an, Garuda Indonesia mengembangkan strategi jangka panjang yang diaplikasikan hingga tahun 2000. Perusahaan ini terus mengembangkan armadanya dan Garuda Indonesia pun masuk dalam jajaran 30 maskapai terbesar di dunia.
Di samping inisiatif di pengembangan bisnis, tim manajemen baru mengelola perusahaan ini pada awal 2005, dan rencana-rencana baru diformulasikan untuk masa depan Garuda Indonesia. Manajemen baru Garuda Indonesia melakukan evaluasi ulang yang komprehensif dan restrukturisasi keseluruhan di perusahaan ini. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi operasional, mendapatkan stabilitias keuangan yang melibatkan usaha-usaha di restrukturisasi utang termasuk kewajiban penyewaan (leasing liabilities) dari European Export Credit Agency (ECA), peningkatan kesadaran di antara karyawan tentang pentingnya pelayanan bagi para penumpang, dan, yang paling penting, menghidupkan kembali dan merevitalisasi semangat Garuda Indonesia.
Kesuksesan program restrukturisasi utang dalam perusahaan ini membuka jalan bagi Garuda Indonesia untuk menawarkan sahamnya ke publik (go public) pada 2011.